Terimakasih, katanya
Terimakasih.
Saat itu aku adalah seseorang yang penuh goresan luka yang cukup dalam.
Seorang penuh duka yang merasa dirinya dicabik-cabik hatinya hingga akhirnya aku memutuskan untuk menahan– menahan segala sesuatu yang akan memasuki ruang itu.
Aku terdiam sendiri diruang gelap, di dekap sunyi dan enggan di usik. kubangun dinding yang begitu tinggi nan kokoh.
Setelah sekian banyak uluran tangan yang ku abaikan saat itu pula kamu datang. Kamu datang dengan tatap dan senyum yang tak pernah ku dapat. Aku sempat terbuai tapi aku tetap enggan tuk melangkah saat tangan itu kamu ulurkan.
Namun dengan tenang kamu tersenyum dan tetap menunggu hingga aku mampu. Ketika itu aku sangat merasa di lihat dan saat itu pula kamu ku temukan. Ternyata kamu orangnya. Ternyata kamu jawabnya.
Terimakasih sempat yang kamu ambil untuk menyelamatkanku dari ruang itu, menarikku dari keadaan yang kacau. Terimakasih atas genggaman erat yang kamu beri saat takut itu datang. Terimakasih atas segala bentukku yang kamu selalu terima dengan senyum tulus dan juga tatap hangat itu.
Maka saat ini aku memutuskan kembali hidup membiarkan diriku untuk jatuh sejatuh jatuhnya, sembari berjalan merentangkan tangan di perjalanan cintaku bersamamu– seorang yang begitu tulus hatinya menerima segala bentuk kurangku.
Terimakasih telah sudi membersamaiku, terimakasih sudah merayakanku.
Terimakasih ya, cintaku?